ASUPAN ENERGI DAN KEJADIAN UNDERWEIGHT PADA BALITA USIA 6-23 BULAN DI INDONESIA (KAJIAN DATA STUDI DIET TOTAL). Oleh : DIANA SUMARTINI

ASUPAN ENERGI DAN KEJADIAN UNDERWEIGHT PADA BALITA USIA 6-23 BULAN DI INDONESIA (KAJIAN DATA STUDI DIET TOTAL).
Oleh : DIANA SUMARTINI
Mahasiswa Pasca Sarjana Management Inovasi
Universitas Tehknologi Sumbawa
Sumbawa ,Ai9news.id – Malnutrisi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak ditemukan pada anak balita karena perkembangan kognitif dan fisik serta berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas anak (WHO 2013). Malnutrisi pada umumnya terkait dengan kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, akses layanan kesehatan, infeksi dan asupan makanan. Penyebab malnutrisi disebabkan oleh asupan makan yang rendah khususnya energi dan protein, dan infeksi karena kehilangan zat gizi (WHO 2000). Penyebab langsung gizi kurang yaitu asupan makanan yang tidak adekuat baik jumlah dan mutu asupan gizinya. Data Riskesdas Tahun 2018 menunjukkan prevalensi balita underweight sebesar 15,2% dimana masih menjadi masalah kesehatan dengan keberagaman makanan yang dikonsumsi oleh anak umur 6-23 bulan hanya 46,6%. Studi Diet Total – Survei Konsumsi Makanan Individu (SDTSKMI) di Indonesia menunjukkan Lebih dari separuh balita (55,7%) mempunyai asupan energi yang kurang bila dibandingkan dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan. Proporsinya dengan asupan energi sangat kurang ( < 70% AKE) sebesar 6,8 persen dan asupan energi kurang (70 – <100 % AKE) sebanyak 48,9 persen. Hal ini dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Karki et al, 2017 yang dilakukan di Nepal menemukan 56,53% anak-anak degan status gizi Underweight total asupan energinya rendah.
Penyebab utama kekurangan gizi adalah asupan yang tidak mencukupi dan penyebab sekunder adalah dari gangguan pemanfaatan. Malnutrisi berasal tidak hanya dari ketidakseimbangan kalori tetapi juga dari faktor psikologis, ekonomi, fisik, dan sosial. Kekurangan gizi berkontribusi pada separuh kematian dunia pada anak-anak (Escott Stump, 2012). Anak-anak menghadapi resiko yang paling besar untuk mengalami gizi kurang (Manary & Solomons dalam Gibney et al, 2008). Anak dengan usia di bawah dua tahun atau biasa disebut baduta, merupakan kelompok usia yang paling rentan mengalami masalah gizi. Hal ini dikarenakan pada masa ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental secara cepat (Lohia N, et al,2014). Asupan gizi menjadi hal penting yang dibutuhkan untuk mencapai perkembangan otak dan perkembangan tubuhnya secara optimal. Asupan energi yang tidak mencukupi dalam waktu jangka panjang dapat menyebabkan gizi kurang. Apabila berlanjut, maka akan menyebabkan kekurangan energiprotein. Asupan energi diperoleh dari konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak. Anak yang mengalami underweight memiliki asupan energi dan protein yang rendah (Ahmadi A, et al, 2014). Makanan diubah menjadi energi yang digunakan untuk pertumbuhan, perkembangan, fungsi metabolik seperti pernapasan, kontraksi jantung, dan pencernaan. Asupan energi dapat dilihat dan diperoleh dari konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein, dan lemak. Ketika seorang anak memiliki energi yang dikeluarkan lebih tinggi dari yang dikonsumsi, maka dapat menyebabkan penurunan berat badan (Whitney, E., et al, 2007). Selain itu, apabila seorang anak mengalami kekurangan energi, maka akan berdampak pada gagalnya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, serta daya tahan tubuh mengalami penurunan sehingga meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada anak.
Dalam beberapa penelitian jenis kelamin pada balita memiliki hubungan dengan kejadian underweight pada balita umur 6-23 bulan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ntenda et al, 2016 yang menunjukkan hasil bahwa sekitar 48,4% anak-anak mengalami stunting, 4,5% wasting, dan 14,4% underweight dimana pada tingkat individu, risiko kekurangan gizi masa kanak-kanak secara signifikan lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan (aORs 95% CI 1.19 (1.03-1.38) dengan nilai p < 0.05. Penelitian Hailemariam, 2014 juga menunjukkan bahwa malnutrisi pada anak adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling serius di Ethiopia dan tertinggi di dunia. Prevalensi underweight di antara di bawah dua anak adalah 8,9%. Prevalensi Kekurangan berat badan di kalangan anak-anak di bawah usia satu tahun adalah 15,1%. Anak-anak dengan jenis kelamin laki-laki (9,7%) lebih banyak menderita kekurangan gizi daripada anak-anak yang berjenis kelamin perempuan (8,2%).
Menurut UNICEF (2011), gender sangat berkaitan dengan nilai (value) terhadap seorang anak. Ketidaksetaraan gender terjadi apabila terdapat penilaian yang berbeda antara anak laki-laki dan perempuan dalam suatu komunitas yang menyebabkan anak lakilaki dan perempuan mendapatkan perlakuan yang berbeda, perawatan kesehatan yang berbeda, dan perbedaan aksesibilitas terhadap sumber-sumber. Hal ini menyebabkan ketidaktepatan dalam pengasuhan anak dan rendahnya kemampuan dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Peran ibu sangat penting dalam menjaga status gizi anak, penelitian yang dilakukan Ntenda et al, 2016 yang menunjukkan hasil bahwa anak yang di lahir dari ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan menengah lebih mudah mengalami kurang gizi. Penelitian yang dilakukan Karki et al, 2017 di Nepal menemukan lebih dari setengah (59,43%) anak-anak memiliki pertumbuhan yang terhambat dan jumlah yang hampir sama yaitu 56,53% anak-anak mengalami gizi kurang (underweight) yang mengkonsumsi kalori rendah. Karki et al, 2017 menyimpulkan bahwa pendidikan ibu merupakan salah satu penentu penting terjadinya kekurangan gizi pada balita (F=11.120, p=.026). Penelitian lain juga yang dilakukan oleh Acharya et. Al, 2013 menegaskan bahwa tingkat pendidikan ibu menjadi salah satu faktor penentu utama status gizi anak balita. Pendidikan ibu memainkan peran penting untuk meningkatkan status gizi anak-anak sehingga pendidikan anak perempuan harus ditingkatkan secara nasional.
Perilaku makan sehat di masa kecil sangat penting. Ini membantu mencegah malnutrisi, pertumbuhan terhambat, dan masalah gizi anak akut, selain mencegah kronis, masalah kesehatan jangka panjang seperti penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, kanker, obesitas, dan osteoporosis. Orang tua sebagian besar bertanggung jawab atas subjek ini (Nicklas, 1995; Nicklas & Hayes, 2008). Ibu adalah panutan anak-anak mereka tentang perilaku makan. Karena itu, penting untuk menentukan kebiasaan makan ibu untuk mendukung nutrisi yang sehat bagi anak dan ibu. Perilaku makan ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah status pendidikan ibu (McLeod,et al, 2011).
Konsumsi energi merupakan faktor risiko kejadian gizi kurang. Konsumsi energi yang rendah atau kurang akan mengakibatkan tubuh merespon dengan cara meningkatkan penggunaan cadangan energi seperti otot dan lemak yang menyebabkan penurunan pertumbuhan yang mengarah ke individu yang lebih kurus dibandingkan dengan asupan energi yang memadai (Bush, R.L., 2015). Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Karki et al, 2017 yang menemukan bahwa konsumsi energi yang tidak cukup merupakan salah satu penentu penting terjadinya kekurangan gizi pada balita.*Ai9)