H. Johan Rosihan Ungkap Realitas Pangan Indonesia Selama Pandemik Covid-19,Pada Diskusi Virtual Masika ICMI NTB
Mataram, Ai9news.id.
Anggota Komisi IV DPR RI, H. Johan Rosihan, ST mengungkap realitas pangan Republik Indonesia selama Pandemik Covid-19 pada diskusi virtual dengan tema Stabilitas Ekonomi dan Ketahanan Pangan pada Masa New Normal yang diselenggarakan oleh Majelis Sinergi Kalam (Masika) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) NTB, yang dilaksanakan pada Selasa, (9/6/2020)
Pada kesempatan itu H. Johan—sapaan akrab Anggota DPR RI Dapil NTB 1 (Pulau Sumbawa) itu, menyampaikan tentang realitas pangan selama Pandemik Covid-19 diantaranya per akhir April 2020 ada panen raya di 322 titik di kabupaten dengan perkiraan luas panen 7,4 Juta Hektar.
“Kemudian sari keterangan Menteri Pertanian juga Presiden terdapat 17 Provinsi, 88 kabupaten/kota dan 956 kecamatan dengan status daerah rentan rawan pangan kronis, kemudian yang terjadi juga defisit pangan dibanyak provinsi berupa beras di tujuh provinsi, jagung di 11 provinsi, dan bawang putih di 31 provinsi” sambung H. Johan yang juga Anggota Fraksi PKS DPR RI.
H. Johan menambahkan selama Pandemik Covid-19 ini terjadi lonjakan pangan yang tajam yaitu harga gula naik 36,8 persen, harga bawang putih mendekati 50.000 Rupiah per kilo gram, harga naik dua persen dari tahun lalu.
“Dalam perbincangan dan rapat kerja kami di Komisi IV DPR RI terdapat kebijakan pemerintah yang anomali selama Pandemik Covid-19 diantaranya terjadi pemotongan sekitar 30 persen anggaran sektor pangan pada APBN 2020, pada sektor pertanian dari 21,47 Triliun tersisa sekitar 14 T lebih atau dipotong Tujuh Triliun untuk Anggaran Pangan” ungkap H. Johan.
Selain itu, anomali yang kedua adalah penetapan harga pembelian pemerintah gabah ditingkat petani lebih rendah dari harga di pasaran sehingga penyerapan beras oleh bulog hanya mampu tercatat 12,5 persen dari target 1,4 Juta Ton, kemudian Anomali yang ketiga adalah rencana pemerintah mencetak sawah baru pada lahan gambut yang terbukti sangat lambat dan banyak gagal di beberapa daerah, anomali keempat yaitu pemerintah masih merencanakan impor untuk pemenuhan kekurangan stok pangan terutama gula pasir, bawang putih, termasuk daging sapi maupun daging kerbau padahal ketika awal terjadinya Covid-19 dan beberapa Negara produsen lebih memetingkan negaranya sendiri.
Kelima, Bantuan Sosial (Bansos) untuk petani terbilang rendah sekitar 300.000 Rupiah dan itu masih menjadi pembahasan di Menteri Keuangan dengan Kementrian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk membeli sarana produksi pangan untuk 2,7 Juta petani di Indonesia.
H. Johan berharap dengan adanya Pandemik Covid-19 ini pemerintah mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri karena situasi-situasi di Negara Produsen Pangan mereka menahan stoknya di Pasar Internasinal sebagai contoh hanya lima persen beras dunia yang diperdangkan di Pasar Internasional. (Ai9.Jas)
