Kadikbud : Unsur Penyeragaman Harus Kita Hindari //Menanggapi SKB 3 Menteri

0
WhatsApp Image 2020-03-26 at 22.56.41

SUMBAWA,Ai9news.id- Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Sumbawa Sahril, S.Pd.,M.Pd. memberikan penjelasan terkait isi Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri.
Menurutnya, salah satu point dalam SKB Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Agama (Menag) tersebut, mengatur tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada Jenjang pendidikan dasar dan menengah. Artinya, sekolah tidak boleh melarang atau memaksakan penggunaan atribut keagamaan pada siswa dan guru. Mereka, berhak memilih untuk menggunakan pakaian seragam khas agama tertentu dengan kekhasan agama tertentu. Jadi yang Islam boleh tidak menggunakan. Menurut surat ini, berhak mereka memilih, artinya diserahkan kepada yang bersangkutan. Pemerintah daerah memberikan kebebasan.

Kata Sahril, apa yang menjadi penekanan dalam SKB tersebut, sudah berjalan dengan normal sejak lama di Kabupaten Sumbawa. Karena, prinsipnya di Sumbawa hidup dalam pluralisme, hidup dalam kebhinekaan.
“Maka, unsur-unsur penyeragaman, itu harus kita hindari. Kita hidup dalam keberagaman, itu lebih bermakna. Seragam, bagus. Tetapi lebih bagus keberagaman. Dan itu fakta. Gak ada yang terlalu urgen di surat edaran itu. Hanya penegasan mengingatkan kembali kita, bahwa Indonesia adalah negara plural. Negara yang bhineka. Hak-hak keberagaman menjalankan agama kita akui. Dan itu praktiknya di Sumbawa sudah sejak lama,” paparnya, kemarin di ruang kerjanya.

Yang gak boleh itu, orang non islam kita paksa menggunakan atribut Islam. Atau orang non Islam memaksa orang Islam, itu gak Boleh. Kalau dia mau pakai sendiri, kenapa tidak,”tegasnya.

Ia mencontohkan, pada hari Jumat, ada kegiatan keagamaan Iman dan Taqwa atau disebut Imtaq. Tidak ada larangan bagi siswa non muslim, bila mau mengikuti kegiatan siswa beragama Islam ini.
“ Kalau yang non Islam mau ikut Imtaq di situ, pakai jilbab, kenapa tidak kalau dia mau ikut. Yang penting sekarang, hak menjalankan agama, tidak boleh kita larang. Hak orang menjalankan agama, tidak boleh kita ganggu. Orang Islam menggunakan jilbab, itu tuntunan agama. Wajar donk. Tetapi kita di sini, karena mayoritas Islam, tidak boleh memaksa yang bukan Islam menggunakan jilbab. Dan tidak pernah ada di tempat kita kan. Lain masalah di Pesantren. Mana ada cerita ada yang bukan muslim di Pesantren,”paparnya.
Dijelaskan, sekolah pemerintah daerah, dilarang membuat pakaian seragam bagi mayoritas.
“Muslim perempuan pakai jilbab, non muslimnya harus pakai jilbab, itu yang tidak boleh,” tegasnya lagi.
Tapi baju muslim/baju Koko seperti yang biasa dipakai setiap hari Jumat masih bisa dipakai? “Oh ya bisa, kan baju seragam kita. Baju muslim, kok dicabut. Itu seragam sekolah. Bukan baju seragam keagamaan. Aturan di sekolah itu berbunyi, bagi yang muslim pada hari Jumat karena ada Imtaq, pakai baju busana muslim. Agama lain menyesuaikan. Artinya menyesuaikan menurut keyakinan, menurut keyakinan dia. Bukan dia harus pakai baju muslim, gak,” jelas Sahril.
Menurutnya, SKB ini cuma menegaskan kembali atau mengingatkan saja, bahwa Indonesia ini hidup dalam keberagaman, kebhinekaan. Supaya kasus yang pernah terjadi di SMK 2 Padang tidak terjadi di seluruh Nusantara. *Ai9n)

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *